• RSS
  • Delicious
  • Digg
  • Facebook
  • Twitter
Senin, 03 Mei 2010 di 04.31 Diposting oleh bondie 0 Comments

Frida Oesman, Nurhaida dan Malahayati


Abstract A preliminary study of glucose syrup production from yam starch (Dioscorea alata) had been done. The study used with 4 various volume of 0.1 N HCl, i.e. 10; 12.5; 15; 17.5 mL and 4 various hydrolysis time, i.e. 45, 60, 75, 90 minutes. The quality of the syrup were determined from moisture content, solid total, ashes total, reduction sugar and pH. The syrup was brown in colour with a unique smell of yam. Chemical analysis of the syrup produced with an addition of 17.5 mL 0.1 N HCL and a hydrolysis time of 90 minutes, shows that the moisture content is 25.2%, solid total is 74.34%, ashes total is 1,03%, reduction sugar is 49,53 % and pH is 1.65.
Key words: Yam starch, glucose syrup, acid hydrolysis
     I.            PENDAHULUAN

Indonesia merupakan daerah tropis, sehingga banyak tumbuh tanaman berurnbi yang merupakan sumber karbohidrat (pati). Pati untuk industri biasanya diperoleh dari umbi (kentang, ubi jalar, dan ubi kayu), dan scrcalia (gandum, jagung, beras dan sebagainya). Gadung (Dioscorea alata) merupakan tanaman berumbi yang belum banyak dimanfaatkan, seperti halnya umbi tanaman lain maka umbi gadung kemungkinan juga dapat digunakan sebagai alternatif sumber pati untuk dibuat rnenjadi sirup glukosa.
Saat ini industri sirup glukosa telah menggunakan proses hidrolisis pati dengan enzim, namun hidrolisis asam lebih murah dan mudah dibanding enzim. Hasil hidrolisis awal terbentuk dekstrin, kemudian pecah secara berangsur-angsur menjadi oligosakarida, maltosa dan akhirnya menjadi glukosa. Hidrolisis pati yang cukup lama, praktis semua pati diubah menjadi glukosa. Hidrolisis dengan asam memerlukan peralatan yang tahan korosi, namun hasil hidrolisis dengan asam sukar dikendalikan, terutama pada tahap akhir proses terbentuk furfural dan menyebabkan pencoklatan serta cita rasa karamel [5].
Ada dua macam kualitas sirup glukosa yang berasal dari pati kasava yaitu sirup tidak berwama (kualitas pertama) dan sirup berwama coklat (kualitas kedua). Industri yang memanfaatkan sirup glukosa antara lain industri makanan seperti permen atau kembang gula, minuman, biskuit, es krim, dan sebagainya. Sirup glukosa dapat meningkatkan kehalusan tekstur dan menekan titik beku pada pembuatan es krim. Sirup glukosa juga dapat menjaga kue tetap segar dalam waktu lama dan dapat mengurangi keretakan kue. Industri permen menggunakan sirup glukosa karena dapat mencegah kerusakan mikrobiologis dan memperbaiki tekstur [4].
Sirup glukosa komersial dihasilkan dengan cara mcnghidrolisis pati jagung dengan asam klorida (HCl) encer [1]. Hasil karakterisasi sirup glukosa dari pati pisang diperoleh total padatan 83%, kadar abu 0,9%, dan pH 5 [2]. Yusak (2004) melaporkan bahwa sirup glukosa dari pati ubi jalar yang diperoleh mempunyai mutu sirup yang baik pada waktu inkubasi 2 jam dengan penambahan HCL 0,1 N [3]. Selain itu juga Trisnawati (2008) melaporkan bahwa pati ubi jalar yang ditambahkan HCL sebanyak 5 ml dengan waktu dan temperate hidrotisis masing-masing 14,33 menit dan 100°C, menghasilkan sirup gula dengan kadar glukosa tertinggi adalah 28,95%, kadar air 64,8%, kadar abu adalah 0,33 % dan viskositasnya adalah 0,0629 sentipoise [12]. Berdasarkan hal di atas, maka pada penelitian ini dilakukan variasi waktu hidrolisis dan volume HCL 0,1 N.
Penelitian ini bertujuan mempelajari potensi gadung untuk dijadikan sirup glukosa dengan hidrolisis asam dengan melakukan variasi waktu hidrolisis dan volume asam. Kualitas sirup ditentukan dari parameter kadar air, kadar abu, total padatan, gula pereduksi dan pH. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk menjadikan pati gadung sebagai sumber karbohidrat alternatif untuk menghasilkan sirup glukosa.

            II.            METODOLOGI

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Penelitian Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Syiah Kuala Darussalam, Banda Aceh. Peralatan dan bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah autoklaf, spektrofotometer, blender, ayakan 40 dan 100 mesh, oven, tanur, desikator, timbangan analitik, pH-meter, dan seperangkat alat gelas, serta bahan umbi gadung, HCl, NaHSO3, glukosa, fenol, H2SO4, asam benzoat, CaCO3, Pb-asetat, Na-oksalat, akuades, kertas saring dan kapas.
Penelitian ini menggunakan dua perlakuan yaitu variasi waktu hidolisis dan volume HCl 0,1 N. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak tiga kali.

1.      Isolasi pati gadung
Umbi gadung dikupas, dibersihkan dan dipotong 0,5-1 cm sebanyak 500 g, segera dibilas dengan larutan NaHSO3 0,02 N. Potongan umbi gadung diblender dalam larutan NaHSO3 (1:1) selama 5 menit. Homogenat disaring dengan saringan 40 dan 100 mesh, kemudian didiamkan dan dibilas sampai air cuciannya tidak berwama. Endapan yang diperoleh dikeringkan dalam oven pada temperatur 40°C selama 48 jam, selanjutnya dihancurkan dengan mortir dan diayak dengan ayakan 100 mesh. Pati gadung disimpan pada temperatur ruang dalam wadah yang tertutup rapat [2].

2.      Pembuatan sirup glukosa
Pati ditimbang sebanyak 25 g, dimasukkan ke dalam erlenmeyer, lalu ditambahkan 25 mL akuades. Selanjutnya ditambahkan 50 mL akuades mendidih sehingga terbentuk kanji kental. Kemudian ditambahkan HCl 0,1 N dengan variasi volume (10; 12,5; 15; dan 17,5 mL). Erlenmeyer ditutup dengan kapas dan dihidrolisis pada suhu 115°C dalam autoklaf selama waktu perlakuan (45, 60, 75, dan 90 menit).

3.      Parameter
Parameter yang ditentukan yaitu kadar air, total padatan, kadar abu, gula reduksi dan pH. Penentuan kadar air dan total padatan menggunakan metode pengeringan dengan oven suhu 105°C. Kadar abu ditentukan dengan metode pembakaran dalam tanur suhu 600°C. Gula reduksi ditentukan dengan metode Fenol [7], dan pH sirup glukosa diukur dengan pH-meter.

                       III.            HASIL DAN PEMBAHASAN

1.      Pati gadung
Pati gadung yang dibuat dari 500 g umbi gadung dihasilkan sebanyak 24,74 g (4,95 %). Umbi gadung yang digunakan diblender dalam larutan NaHSOs selama 5 menit. Natrium bisulfit berfungsi sebagai antioksidan agar suspensi yang dihasilkan tidak berwama hitam karena teroksidasi. Suspensi pati dibiarkan mengendap, kemudian endapan dibilas sampai air cuciannya tidak berwama, agar pati yang diperoleh bebas dari pigmen umbinya. Hasil endapan pati dikeringkan dalam oven pada suhu 40 "C selama 48 jam, selanjutnya dihancurkan, dan diayak dengan ayakan 100 mesh.
Hasil gambaran mikroskopis yang diperoleh dari pati gadung berbentuk bulat telur. Pati dalam sel tanaman berupa gumpalan besar atau granula, dengan bentuk dan ukuran yang berbeda, ada yang seperti bola, lensa, dan bulat telur, tergantung dari jenis tumbuhannya [8]. Gambaran mikroskopis pati gadung dengan mikroskop Olympus DP 12 ditunjukkan pada gambar 1.


2.      Kadar Air
Kadar air sirup glukosa yang diperoleh semakin menurun dengan bertambahnya volume HCl 0,1 N dan waktu hidrolisis. Kadar air yang paling kecil pada waktu hidrolisis 90 menit dengan volume 17,5 mL HCl 0,1 N adalah 25,2%. Air dalam sirup glukosa berasal dari air sebelum hidrolisis. Terbentuknya furfural menghasilkan molekul air setelah reaksi karena pemanasan yang lama molekul air menguap selama hidrolisis [5]. Selain itu dengan bertambahnya waktu hidrolisis menyebabkan total padatan meningkat sehingga kadar air menurun. Belum ada parameter kadar air dalam sirup glukosa komersial, kemungkinan kadar air tidak terlalu penting dibanding total padatan.

Air merupakan komponen dalam makanan, karena air dapat mempengarahi penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan. Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan kesegaran dan daya tahannya terhadap serangan mikroba yang dinyatakan dengan aw, yaitu jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya. Berbagai mikroorganisme rnempunyai aw minimum agar dapat tumbuh dengan baik misalnya bakteri aw : 0,90; khamir aw : 0,80 - 0,90; dan kapang aw : 0,60 - 0,70 [9].

3.      Total Padatan
Total padatan sirup glukosa yang diperoleh semakin meningkat dengan bertambahnya volume HCl 0,1 N dan waktu hidrolisis. Total padatan yang paling tinggi terdapat pada penambahan 17,5 mL HCl 0,1 N dengan waktu 90 menit yaitu 74,73%.
Total padatan merupakan parameter sangat penting karena menunjukkan kandungan total gula yang terdapat dalam sirup glukosa [4]. Total padatan dari hasil penelitian ini masih dibawah total padatan sirup glukosa dari pati pisang yaitu 83% (b/b) (2), maka disarankan penelitian selanjutnya untuk pemekatan sirup glukosa agar diperoleh total padatan yang lebih tinggi, sirup yang mengandung gula 66 - 69% tidak dapat ditumbuhi oleh mikroorganisme [9].



4.      Kadar Abu
Kadar abu sirup glukosa yang diperoleh semakin menurun dengan bertambahnya volume HCl 0,1 N dan waktu hidrolisis. .
Kadar abu yang paling rendah pada penambahan 17,5 mL HCl 0,1 N dengan waktu hidrolisis 90 menit adalah 1,03%. Kadar abu ada hubungannya dengan mineral dalam suatu bahan yang berupa garam organik seperti garam malat, oksalat, asetat, pektat dan garam anorganik seperti garam fosfat, karbonat, klorida. sulfat dan nitrat [10]. Kadar abu menunjukkan total mineral anorganik yang terdapat dalam sirup glukosa. Mineral anorganik yang terdapat dalam umbi gadung adalah kalsium dalam bentuk garam oksalat Umbi gadung yang dikeringkan terdapat senyawa saponin, amilum, kalsium oksalat dan sebagainya [11]. Kadar abu sirup glukosa pati pisang adalah 0,9% (b/b), dan pati pisang mengandung mineral kalium [2].



5.      Gula Reduksi
Gula reduksi sirup glukosa yang diperoleh semakin menurun dengan bertambahnya volume HCl 0,1 N dan waktu hidrolisis. Hal ini disebabkan karena pada peristiwa hidrolisis, asam yang berlebih akan bereaksi lanjut dengan senyawa lain membentuk senyawa baru dan senyawa baru tersebut bereaksi lagi dengan glukosa yang sudah terbentuk, sehingga akhirnya glukosa menurun. Gula reduksi yang paling rendah terdapat pada penambahan 17,5 mL HCl 0,1 N dengan waktu hidrolisis 90 menit yaitu 30,01%.

6.      pH sirup glukosa
Hasil pengamatan menunjukkan pH yang tidak jauh berbeda diantara semua sirup glukosa yaitu 1,65 - 1,68. Pada penelitian ini belum dilakukan penetralan, maka disarankan untuk penelitian selanjutnya dilakukan pengaturan pH atau penetralan agar diperoleh sirup glukosa yang dapat dikonsumsi. pH sirup glukosa pati pisang yang diperoleh dengan cara hidrolisis menggunakan enzim adalah 5 [2].



KESIMPULAN

Sirup glukosa yang diperoleh berwama coklat dengan bau khas gadung. Hasil analisis terhadap kualitas sirup glukosa diperoleh kadar air 25,2%, total padatan 74,73%, kadar abu 1,03%, gula reduksi 49,53% dan pH 1,65 pada penambahan 17,5 mL HCL0,1 N dengan waktu hidrolisis 90 menit

UCAPAN TERIMA KASIH

Terimakasih diucapkan kepada semua pihak yang tclah membantu menyelesaikan penelitian dan penulisan artikel ini,

REFERENSI

1.      P. M.Gaman, dan K.B. Sherrington, 1992, Ilmu Pangan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
2.      L.A.Bello dan Perez, 2002, Laboratory Scale Production Of Maltodextrins and     Glucose Syrup From Banana Starch, Acta Cientifica Venezolana, Mexico.
3.      Y. Yusak, 2004, Pengaruh Variasi Volume HCl 0,1 N Dan Waktu Hidrolisa Terhadap Mutu Sirup Pada Pembuatan Sirup Glukosa Dari Pati Ubi Jalar (Ipomoea batatas L, sin batatas edulis choisy), Jurnal Sains Kimia, Vol. 8 no. 1:22-25, Jurusan Kimia FMIPA Universitas Suinatera Utara, Medan.
4.      N. Richana, 2006, Gula Dari Kasava, Balai Besar Penelitian Dan Pengembangan Pasca Panen, Badan litbang Pertanian, Jakarta.
5.      Sakidja, 1989, Kimia Pangan, Departemen P dan K, Dirjen Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan, Jakarta.
6.      A. Poedjiadi., 1994, Dasar-Dasar Biokimia, UI-Press, Jakarta.
7.      A. Apriantono, Dedi   Fardiaz, Ni Luh Puspitasari, Sedarnawati, Slamet Budianto, 1989, Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan, Departemen   P dan K, Dirjen Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB, Bogor.
8.      G.H.Schlegel, 1994, Mikro Umum, UGM, Yogyakarta
9.      F.G. Winarno., 2004, Kimia Pangan dan Gizi, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
10.  H.L.Afrianti., 2004, Pati Termodifikasi Dibutuhkan Industri Makanan, Teknologi Pangan ITB, Bandung.
11.  G. Tjitrosoepomo., 2005, Taksonomi Tumbuh-an Ohat-obatan, Gadjah Mada University Press, Yogjakarta.
12.  N. Trisnawati, 2008, Pembuatan Sirup Gula dari Pati Ubi Jalar dengan Metoda Hidrolisis Menggunakan Asam Chlorida, Abstrak Skripsi, Politeknik Negeri Sriwijaya, Palembang.